Redaksi

Pemimpin Umum: Mahsin * Wkl Pemimpin Umum: Maruli Agus Salim * Pemred/Penjab: As Atmadi * Redpel: Edy Priono * Pemimpin Perusahaan: Kaya Hasibuan

Senin, 01 November 2010

UMN Diterpa Isu Dosen Buatkan Skripsi Mahasiswa

* Terancam Pidana

Medan-ORBIT: Universitas Muslim Nusantar (UMN) Alwashliyah Medan (foto) diterpa isu tidak professional dalam melaksananakan akivitas pendidikan tinggi terkait praktik dosen disinyalir membuatkan skripsi mahasiswa utuk maju ke meja hijau.
<!-- baca selengkapnya ->

Informasi yang dikumpulkan Harian Orbit Hingga Minggu (31/10), pihak mahasiswa tidak ingin disebutkan namanya mengakui, para dosen pembimbing ditengarai memaksa mahasiwa yang akan mengikuti meja hijau agar skripsinya dibuatkan oleh dosen pembimbing dengan membayar Rp 2 juta.

Menurut Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Muslim Muis kepada Harian Orbit, pengadaan skripsi yang dilakukan dosen untuk medapatkan ijazah instan adalah tergolong ke dalam tindak pidana, karena adanya unsur penipuan.

Sementara menurut anggota Komisi B DPRD Kota Medan, Salman Alfarisi, tindakan dosen-dosen pembimbing disinyalir dengan niat keuntungan finansial, lalu membuatkan skripsi mahasiswa agar tinggal masuk meja hijau dan wisuda, adalah penipuan terhadap masyarakat.

Selain itu, kata Salman Alfarisi, praktik itu telah melanggar Undang-Undang Perguruan Tinggi (PT). Sekaligus tindakan seperti itu ialah telah mencoreng dunia pendidikan. “Tindakan itu juga merupakan praktik penggadaian dunia pendidikan,” tegasnya.

Terungkapnya praktik jual beli skripsi di UMN Alwashliyah yang kampusnya di Jalan Garu 2 Medan itu, bermula dari Humas melarang wartawan harian ini untuk meliput dan memotret kegiatan wisuda 700 sarjana Oktober 2010 di Wisma Benteng Medan.

Selalu Dipersulit
Kegiatan wisuda sarjana UMN itu hanya boleh diliput oleh wartawan TVRI stasiun Medan dan dipotret oleh ‘tukang foto’ dalam bentuk monopolitis dan diskriminasi terhadap pers.

Hal semacam itu dipertegas sendiri oleh Humas UMN, Zulkarnain Lubis, karena tidak percayanya terhadap pers di daerah ini yang disebutnya sebagai ‘tukang rampok’ dan ‘makan haram’ (gratis). “Wartawan tidak diundang, tapi duduk dan makan gratis lalu pergi, “ kata Zulkarnain.

Maka, Zulkarnain mengambil kebijakan, sebagaimana yang dikatakannya kepada Harian Orbit, berita wisuda dibuatkan rilis berikut dikirimkan kepada surat-surat kabar tertentu saja bersama foto-foto yang diabadikan ‘tukang foto.”

Oleh wartawan daerah ini, tindakan itu disebutkan sebagai pelecehan terhadap pers dengan melakukan diskriminasi, terkait pelanggaran UU Pers No 40 tahun 1999. Bahkan Ketua Pesatua Wartawan Indonesia (PWI) cabang Sumatra Utara, Drs syahrir dan Ketua Aliansi Jurnalis Independen Medan, Rika Yos mengecam tindakan Humas UMN.

Tenyata berdasarkan informasi yang dihimpun Harian Orbit, ditemukan indikasi praktik pendidikan tinggi sehingga UMN melakukan tindakan tertutup kepada pers. Sehingga membatasi kebebasan pers.

Menurut pengalaman selama kuliah di UMN, kata salah seorang yang tidak ingin disebutkan namanya, setiap mahasiswa yang menolak skripsinya dibuatkan oleh dosen pembimbing dan bayar, selalu dipersulit untuk sampai ke meja hijau dan di wisuda.

Atas tekanan tersebut, ungkapnya, akhirnya mahasiswa terpaksa sepakat skripsinya dibuatkan dosen pembimbing dengan bayaran bervariasi, namun tidak kurang dari Rp2 juta.

Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia
Ketika hal itu dikonfirmasikan kepada Humas UMN, Ir Zulkarnain Lubis M.Si, secara subtansial mengakuinya. Dengan pertimbangan, separuh mahasiswa UMN sudah bekerja, ada yang PNS, guru yang ingin sertifikasi dan karyawan swasta.

“Jadi, karena mereka minta dibantu agar cepat tamat, maka kita bantu. Mereka kan orang-orang yang sudah bekerja dan berada di kelas eksekutif,” kata Zukkarnain. Namun, informasi dari sumber mahasiswa yang tidak ingin disebutkan namanya, hal itu berlaku juga bagi mahasiswa regular lainnya.

“Buktinya, banyak mahasiswa regular yang tiak mau mengikuti kemauan dosen akhirnya dipersulit dan tidak selesai pada waktunya,” katanya. Dia setuju kasus dosen disinyalir bertindak seperti calo skripsi dibuka, agar Rektor UMN dan masyarakat luas tahu yang sebenarnya terjadi di kampus itu.

Pada saat wartawan Harian Orbit ingin mengkonformasikan hal-hal yang sudah menyimpang dari peraturan perguruan tinggi ini kepada Rektor, dihalang-halangi oleh Zulkarain yang mengatakan, terkait  kasus UMN sudah dilimpahkan kepadanya.

Humas UMN yang didampingi PR 2 akhirnya menjelaskan, sesudah melakukan pengusutan benar adanya oknum dosen bekerjasama dengan mahasiswa melakukan manipulasi skripsi keperluan meja hijau.

Bahkan PR 2 didampingi Humas UMN Zulkarnain Lubis menyebutkan, sudah diketahui mahasiswa yang skripsinya dibuatkan dosen, yaitu dari jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Selanjutnya PR 2 UMN mengimbau agar mahasiswa lainnya mau melaporkan siapa-siapa yang skripsinya dibuatkan oleh dosen.

“Untuk itu kita lindungi pelapornya, dan dijamin tidak mendapat tindakan, “ kata PR 2 didampingi Humas UMN Zulkarnain Lubis. Ketika kasus ini ingin dikonfirmasikan kepada Rektor UMN Al Washliyah  Prof Hj Sri Sulistyowati, SH, M,Si, Phd hingga berita ini diturunkan belum bisa dihubungi.

Skripsi Plagiat
Sementara menurut praktisi hukum dan  Kordinator Advokasi Forum Umat Islam Indonesia (AFUII), Julheri Sinaga, tindakan kolusi dilakukan pihak mahasiswa dan dosen melahirkan skripsi tempahan, telah menciderai dunia pendidikan.

“Tindakan yang dilakukan dosen dan mahasisa UMN tergolong ke dalam tindakan pidana,” tegasnya. Sebab praktik membuatkan skripsi oleh dosen untuk mendapatkan  ijazah sarjana yang tak sesuai mekanisme, sama saja dengan kejahatan pemalsuan  identitas yang dilakukan pihak kampus.

Apalagi jika dilihat dengan banyaknya dosen yang harus  membuat skripsi untuk banyak mahasiswanya dalam waktu singkat, terang Julhendri, hal itu lebih mengarah adanya plagiat yang dilakukan dosen.

“Itu pasti, sebab apa mungkin dosen dapat membuat puluhan skripsi dalam waktu singkat, maka dikhawatirkan skripsi yang dibuat untuk mahasiswa tersebut sudah pernah diterbitkan untuk nama orang lain dan telah mejadi haknya secara hukum. Jadi itu adalah plagiat,” ujarnya.

Lebih jauh, menurut Julhendri, seharusnya untuk mahasiswa mendapatkan ijazah sarjana, harus dilakukan dengan ketentuan yang berlaku di perguruan tinggi. Yaitu menjadikan skripsi sebagai tolak ukur.

Bukan malah pihak kampus menjadikan mahasiswa ATM (sumber uang), dengan praktik membuatkan skripsi plagiat yang bisa masuk ke ranah hukum. Om-15

Tidak ada komentar: