Redaksi

Pemimpin Umum: Mahsin * Wkl Pemimpin Umum: Maruli Agus Salim * Pemred/Penjab: As Atmadi * Redpel: Edy Priono * Pemimpin Perusahaan: Kaya Hasibuan

Jumat, 29 Oktober 2010

UGMM Medan Janjikan 3,5 Bulan Bisa S1

* Menyesatkan, Harus Ditutup

Medan-ORBIT: Munculnya berbagai cara-cara perguran tinggi swasta (PTS)  yang mengarah pada pelanggaran etika akademik dalam memenangkan persaingan, membuktikan pendidikan disinyalir dipakai sebagai ajang bisnis semata.
<!-- baca selengkapnya -->

Hasil investigasi yang dilakukan Harian Orbit hingga Kamis (28/10) terhadap beberapa kampus PTS di kota ini, terdapat perguran tinggi menegaskan, pihaknya bisa menamatkan sarjana dalam waktu 3,5 bulan.

Menurut petugas universitas GMM Jalan Jamin Ginting Medan, yang penting  mahasiswa bersangkutan mampu menyediakan uang, bisa disiapkan nilai lengkap dan skripsi siap uji, masuk meja hijau lalu bisa mengikti wisuda sarjana.

Menyesatkan MasyarakatMenurut salah seorang pegawai saat ditemui di kampus GMM tersebut, jika harus mengikuti aktivitas perkuliahan normal, biaya yang dikeluarkan mencapai angka Rp12 juta. Tetapi kalau mengikuti jalur kusus, mahasiswa dikenakan biaya tidak kurang dari Rp6 juta.

“Dijamin bisa mendapat gelar sarjana, tidak perlu repot-repot kuliah dan menulis skripsi, bisa mengikuti meja hijau dan di wisuda sarjana strata satu,” kata sumber di UGMM.

Kemudian dengan enteng, kembali pegawai UGMM menjelaskan, dengan menempuh jalur khusus dimaksud adalah, tidak mengikuti aktivitas kuliah, skripsi disiapkan dan hanya tinggal melenggang masuk ke meja hijau dan mendapat gelar sarjana.

Sementara sumber dari pihak Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) mengaku, PTS GMM memang memang sudah sejak lama diindikasikan tidak memiliki izin yang sah. PTS seperti ini harus ditutup.

“Itulah sebabnya PTS itu sudah beberapa kali kampusnya pindah. Sebenarnya sudah tidak ada alasan Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti) mengambil tindakan tegas terhadap PTS  yang terang-terangan merusak pendidikan tinggi di daerah ini,” kata sumber tak mau disebutkan namanya.

Bentuk-bentuk seperti itu, katanya akan terus menghancurkan dunia pendidikan apabila aparat yang berwenang tidak segera melakukan tindakan tegas. Hal itu diaminkan oleh aktivis Badan Investigasi Nasional (BIN) Pusat, Deny Abdul Kadir Zailani kepada Harian Orbit.

Menurut Deny, PTS yang berpraktik seperti UGMM tumbuh menjamur di Medan, jika tidak segera mendapat tindakan menutup lembaga pendidikan seperti bisa menyesatkan masyarat dan mencoret wajah pendidikan di Indonesia.

Memalukan
Menanggapi hal semacam itu, para mahasiswa yang tergabung dalam forum diskusi Kampus Concern menyebutkan, adanya kampus seperti itu adalah buah dari  pemikiran  sempit para mahasiswa terdahulu yang banyak menuntut ilmu ke luar negeri. Sehingga cenderung instan, tetapi menyalah.

Ketua Kampus Concern,Yacobo Sijabat menjelaskan, permasalahan kampus-kampus PTS seperti itu pernah dibahas forum mereka. Sesungguhnya pengambilan jalan pintas seperti itu hanya akan membunuh wibawa pendidikan bangsa sendiri.

“Kasus itu menyakitkan bagi mahasiswa regular seperti kami ini. Perlu digarisbawahi, tindakan seperti itu jelas membunuh karakter dan wibawa bangsa Indonesia untuk terpengaruh budaya asing yang cenderung negatif,” ujarnya.

Di bagian lain Yacobo yang merupakan mahasiswa Universitas Negeri Medan (Unimed) yang sebelumnya IKIP Medan  itu menjelaskan,  kampus-kampus PTS instan seperti itu merupakan cambuk bagi pemerintah yang terkesan memprivatisasi pendidikan. Alhasil, katanya, pendidikan selalu tergadaikan kepada pemilik modal.

“Kami secara tegas menolak keberadaan kampus seperti itu. Bila kami memiliki wewenang menutup kampus seperti itu, maka kami tidak akan menunggu laporan untuk segera menutup kampus yang merusak pendidikan itu,” tegasnya.

Dalam hal ini, sambung Yacobo, pemerintah melalui kementerian pendidikan nasional harus tanggap terhadap permasalahan PTS yang memalukan tersebut. “Jangan tunggu laporan baru mengusut kasus ini. Jangan masa depan pendidikan terancam buruk,” tukasnya.

Kualitas Personal
Selain itu eksesnya, ungkap Deny banyak calon pejabat negara, calon anggota legislatif  yang gelar kesarjanaannya asli tapi palsu (aspal) dan diragukan kualitas pemegangangnya.

Itu sebabnya, orai Deny Abdul Kadir Zaelani, para pencari tenaga kerja tidak lagi menjadikan gelar sarjana selalu menjadi kualifikasi yang paling menentukan untuk diterima bekerja.

“Tetapi para pencari tenaga kerja lebih membutuhkan skill. Beberapa kualifikasi kategori kompetensi personal yang diperlukan, antara lain kejujuran, tanggungjawab, cerdas dan punya inisiatif, intelek dan bermoral,” ujarnya.

Tambah Deny, walaupun sering dicantumkan di dalam iklan lowongan kerja, indeks prestasi kumulatif (IPK) sebagai salah satu indikator keunggulan akademik, itu tidak termasuk yang paling penting.
“Paling dutamakan adalah, kesesuaian kualitas personal dengan sifat-sifat suatu bidang pekerjaan lebih menentukan diterima atau tidaknya seorang lulusan Perguruan Tinggi,” tukasnya.

Kualifikasi-kualifikasi yang disyaratkan dunia kerja  hari ini, pungkas Abdul Kadir, penting diperhatikan oleh pengelola perguruan tinggi untuk mengatasi kesenjangan antara lembaga pendidikan tinggi dengan dunia kerja. Artinya harus dicabut izin PTS yang mementingkan komersial daripada kualitas.

Tutup PaksaMenanggapi hal itu Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum(LBH) Medan Muslim Muis, tindakan pengadaan ijazah yang dilakukan kampus tersebut adalah tergolong ke dalam tindak pidana.

Sebab kata Muslim, hal tersebut berkaitan erat dengan pemalsuan identitas, sebab dalam hal ini pihak kampus terkait telah melakukan pemalsuan segala hal tentang kepengurusan ijazah mahasiswanya.

“Pelanggaran tersebut diatur dalam Pasal 236 KUHP tentang pemalsuan identitas dan pemalsuan keterangan,” ujar Muslim.

Lebih jauh katanya, dengan adanya temuan yang ada maka hendaknya dapat dilakukan penindakan melalui jalur hukum untuk universitas terkait. Namun jika tetap tak berjalan, hendaknya institusi terkait dapat menutup paksa kampus yang menjalankan hal tersebut. Om-11/Om12
 

Tidak ada komentar: