* Setahun Kerja KIB Jilid II
Medan-ORBIT: Aksi demo mahasiswa dan elemen masyarakat Sumatera Utara (Sumut) berkaitan dengan setahun kerja Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid II, Selasa (19/10), menuntut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) segera lengser
Aksi yang diawali dengan longmarch dari berbagai penjuru Kota Medan itu akhirnya berakhir di gedung DPRD Sumut.
Pantauan Harian Orbit, dalam aksinya yang nyaris bentrok dengan aparat kepolisian, massa Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Sumut yang berjumlah 200 orang menuntut SBY segera lengser dari jabatan presiden.
Alasannya, KIB bentukan SBY gagal membangun negara republik ini. Sehingga perlu dilakukan perombakan total KIB Jilid II. Selain itu, IMM (foto) juga menuntut segera ambilalih segala aset dan sumber daya alam Indonesia, termasuk PT Inalum. Kepada Kapoldasu, mereka minta segera menyelesaikan semua kasus perampokan seperti di Bank CIMB Niaga.
<!-- baca selengkapnya -->
Koordinator Aksi IMM Herdianto Ahmadi, mengatakan sudah enam tahun SBY memimpin negara ini, namun rakyat Indonesia, khususnya masyarakat Sumut belum melihat adanya tanda-tanda keberhasilan Pemerintahan SBY. Mulai dari dunia pendidikan sampai kesejahteraan dan keamanan bagi rakyat Indonesia.
Menurut Herdianto, hampir seluruhnya aset negara dikuasai langsung oleh asing. Sekira 33 persen asing mengambil hasil bumi Indonesia yang seharusnya dapat dikelola sendiri. Salah satu contoh minyak dan gas (Migas), Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan dan Hasil Pengelolaan Hutan (HPH).
Ditambah lagi, banyaknya kasus yang mengambang sehingga menyebabkan kesimpang-siuran dalam penyelesaiannya. Dari skandal Bank Century, rekening gendut Polri, korupsi dana pajak dan kriminalitas yang dikaitkan dengan teroris. SBY dianggap tidak mampu untuk menyelesaikan kasus-kasus tersebut.
“Turun saja SBY, karena tidak mampu lagi memimpin rakyatnya. Dia tidak pantas duduk disana,” teriak salah seorang demontran.
Surati Istana
Menanggapi tuntutan mahasiswa, anggota Komisi A DPRD Sumut H M Affan selaku moderator pertemuan 10 orang perwakilan IMM dengan empat orang anggota komisi tersebut di ruang Paripurna DPRDSU berjanji akan segera menyurati DPR-RI dan Istana Presiden untuk menyampaikan pernyataan sikap IMM.
“Hari ini (Selasa 19/10/2010—red) DPRDSU menyurati langsung Pemerintah Pusat dan DPR-RI. Namun, keputusan berada di tangan anggota parlemen. Sedangkan pihak DPRDSU hanya sebatas pemberitahuan saja,” terang Wakil Ketua DPRD Sumut Dari PDI Perjuangan itu.
Sementara itu, anggota DPRD Sumut Tahan Manahan Panggabean dari Fraksi Partai Demokrat mengatakan pihaknya sangat setuju terhadap apa dilakukan mahasiswa IMM.
“Kami sangat setuju dengan apa yang dilakukan mahasiswa IMM, karena aksi demo yang dilakukan suatu gagasan yang memiliki pemikiran yang intelektual. Pemerintah harus bijak menyikapi apa yang dilakukan mahasiswa, sebab tujuan pokoknya untuk kepentingan masyarakat,” ujar Tahan.
Namun menurutnya, SBY sudah melakukan sistem pemerintahan yang terbaik, dengan membentuk KIB jilid II. Selain itu, katanya, Presiden SBY telah menjadikan koruptor sebagai musuh bangsa yang harus dibasmi. Karena penghancur negara bukan terletak dari KIB jilid II, melainkan sifat koruptor yang sudah mendarahdaging.
Sehingga banyak kasus korupsi yang terkuak di masa pemerintahannya bahkan telah dihukum. Itu sebagai bukti keseriusan SBY untuk memajukan negara ini.
Terkait masalah PT Inalum yang dituntut IMM agar aset negara itu diambilalih ke pangkuang ibu pertiwi karena kontrak yang dilakukan Pemerintah RI dengan Jepang merupakan kesalahan yang merugikan Indonesia, anggota DPRD Sumut sepakat untuk mengembalikannya ke tangan Pemerintah RI.
Antara lain dengan menyurati Pemerintah Pusat untuk membatalkan kontrak yang akan diajukan kembali oleh Jepang yang sebelumnya telah berencana untuk memperpanjang kontraknya setelah kontrak selama 27 tahun habis tahun 2012.
Titipan Politik Imperialis
Aksi menentang SBY juga dilakukan dalam massa Dewan Buruh Sumatera Utara (DBSU). Dalam aksinya di DPRDSU, kemarin, DBSU menilai nasib buruh di Indonesia memasuki ‘stadium 4’ karena sudah sangkin parahnya.
Dari masalah pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak, sistem outsourching, dan berbagai permasalahan pelik mendera kaum buruh.
Karena itu DBSU menentang rencana pemerintah untuk merevisi UU No 13 tentang ketenagakerjaan yang dinilai lebih menguntungkan pengusaha dan investor.
Pengurus Presidium DBSU Pahala Napitupulu mengatakan pemerintah tidak pernah berhasil mengentaskan permasalahan buruh tapi malah menambah permasalahan baru yakni merevisi UU No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.
Pahala memperkirakan revisi UU tersebut akan menyengsarakan kaum buruh. Dia mensinyalir kebijakan revisi merupakan titipan politik imperialisme.
Dia katakan, dampak dari revisi UU tersebut, bakal muncul pasal-pasal krusial yang dipastikan akan semakin menjepit nasib buruh dan lebih berpihak kepada pengusaha sebagai pemilik modal.
Oleh sebab itu, massa DBSU minta DPRDSU menandatangani kesepekatan menentang rencana revisi UU No 13 tersebut mengingat buruh merupakan elemen yang memiliki andil dalam perputaran roda perindustrian dalam menopang perekonomian bangsa.
“Rencana pemerintah merevisi UU No 13 jelas sangat melukai hati kami para buruh. Ada beberapa pasal yang sangat krusial dalam revisi tersebut, outsourching tak terbatas, pengurangan pesangon dan bebasnya menggunakan tenaga kerja asing.
Hal itu jelas semakin menyengsarakan kaum buruh, dan siapa yang diungtungkan dari revisi itu?” tanya Pahala.
Sengsarakan Buruh
Tak hanya itu, menurut Pahala masih ada sejumlah kebijakan yang nantinya bila benar diberlakukan bakal lebih menyengsarakan kaum buruh.
“Parahnya lagi buruh dapat dikenakan ganti rugi jika mogok kerja. Revisi ini tentu saja menguntungkan kaum pemodal dan investor asing serta menempatkan buruh pada posisi yang semakin marginal dan menghilangkan masa depan kaum buruh,” ujar Pahala.
Pahala beranggapan revisi UU No 13 ini merupakan akal-akalan dari pemerintah yang tunduk kepada kaum imperialis (penjajah).
“Jelas, pemerintah kita tak berkutik menghadapi para investor yang menanamkan modalnya di Indonesia. Ancaman akan penarikan modal menjadikan pemerintah mengamini tekanan-tekanan para invsetor dalam membuat kebijakan baru soal UU ketenagakerjaan, dan terus menjadikan kaum buruh sebagai ‘sapi perah’, kata Pahala.
DBSU juga minta pemerintah menghapus segala bentuk sistem kontrak dan outsourching serta menaikkan upah minimum di semua kabupaten/ kota dan provinsi sebesar 100 persen dari upah minimum yang ada saat ini.
Mereka juga meminta kepada institusi penegak hukum untuk mengadili dan memenjarakan pengusaha-pengusaha yang melanggar aturan perburuhan,dan menghentikan kriminalisasi terhadap buruh dan aktivis buruh.
Aksi ribuan massa buruh di Gedung DPRD Sumut ini mendapat pengawalan ketat dari pihak kepolisian, baik dari Polresta Medan maupun Poldasu.
Sebelum ke DPRDSU, DBSU yang terdiri dari Serikat Buruh Medan Independen (SBMI), Federasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (FSBI) 1992, Perseroan Pemberdayaan Organisasi Lokal (Teplok), Serikat Pekerja Nasional (SPN), Serikat Buruh Sumatera Utara (SBSU), menggelar aksi serupa di Lapangan Merdeka Medan.
Dalam kesempatan itu, mereka juga mendesak aparat penegak hukum untuk memenjarakan pihak-pihak yang melanggar sistem dan undang undang perburuhan karena hanya akan menyengsarakan kaum buruh.
Lips Service SBY
Terkait penanganan masalah lingkungan, pemerintahan SBY juga dinilai hanya berpihak kepada kaum kapitalis dan korporasi berduit. Kebijakan-kebijakan yang diterapkan selalu pro kepada pengusaha daripada masyarakat.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sumut, Syahrul Isman mengatakan kepada harian Orbit Selasa (19/10) upaya menjaga pelestarian lingkungan yang digembar-gemborkan Presiden SBY hanya lips service alias pemanis bibir semata.
“SBY selalu mengkampanyekan pelestarian lingkungan di luar negeri. Dalam kampanyenya itu SBY selalu mengatakan akan menjaga lingkungan di Indonesia. Tapi faktanya tidak ada sama sekali,” tegas Syahrul.
Kampanye SBY di negara-negar Eropa itu, lanjut Syahrul, hanya trik untuk mencari perhatian dari dunia luar. Selain itu, sambungnya, ada motivasi terselubung SBY dalam kampanye tersebut.
“Motivasi utamanya adalah bagaimana caranya SBY bisa mendapatkan dana dari International Monetary Fund (IMF) dan Norwegia atas janji pelestarian lingkungan itu. Fakta yang terjadi di lapangan setelah mendapatkan uang, tidak ada upaya SBY untuk memproteksi lingkungan hidup,” kata Syahrul yang ditemui di Kantor Lembaga bantuan Hukum (LBH) Medan.
Pilot Project
Dikatakan Syahrul, tidak adanya upaya SBY untuk memprotek lingkungan bisa dibuktikan dari semakin banyaknya pemerintah mengeluarkan izin-izin kepada perusahaan untuk mengeksplorasi (perencanaan kegiatan ) kawasan hutan lindung.
Selain itu, upaya penanaman kembali hutan gundul (reboisasi) yang selama ini didengungkan ternyata tak berimbang sama sekali.
Artinya, sebut Syahrul, kuantitas dan kualitas reboisasi sangat jauh di bawah kuantitas.
Banyaknya izin-izin kepada perusahaan untuk melakukan eksplorasi di kawasan yang memang sangat rawan untuk dilakukan eksplorasi. Dari fakta yang ada, tidak ada satupun kawasan hutan di Indonesia mengalami penurunan laju kerusakan hutan (devoristasi).
Syahrul juga mengatakan dari sekian banyaknya kelemahan dalam penanganan lingkungan tersebut, era pemerintahan SBY seakan tak memiliki penuntun arah (pilot project).
Hal itu menurut Syahrul menunjukkan bentuk inkonsistensi SBY dalam janji menjaga pelestarian lingkungan, janji-janji yang dikampanyekannya kepada negara luar.
Nyaris Bentrok
Aksi yang dilakukan mahasiswa IMM di DPRDSU nyaris terlibat bentrok dengan aparat kepolisian.
Semula mahasiswa IMM melakukan longmarch dari bundaran Majestik di Jalan Gatot Subroto menuju gedung DPRD Sumut sehingga memacatkan lalulintas hingga satu kilometer. Akibatnya, aparat kepolisian kerepotan untuk mengondisikan keadaan.
Dengan membawa bendera IMM dan selogan turunkan SBY mereka berjalan menuju rumah rakyat. Iring-iringan para mahasiswa dipantau terus oleh polisi dari atas dengan menggunakan helikopter.
Sesampai di gedung DPRSU, mahasiswa nyaris bentrok dengan aparat kepolisian karena dilarang masuk dan dihadang barisan brigade di pintu gerbang.
Aparat kepolisian tadinya hanya membolehkan mahasiswa ber orasi di luar gedung DPRDSU saja. Namun, mahasiswa menolak sehingga pintu gerbang DPRD Sumut menjadi plampiasan kemarahan mahasiswa dengan mendobraknya untuk masuk.
Akhirnya, mereka berhasil masuk ke DPRDSU dan 10 orang utusan mahasiswa diterima empat orang anggota Komisi A. Om-17/Om-12/Om-16
Tidak ada komentar:
Posting Komentar