Redaksi

Pemimpin Umum: Mahsin * Wkl Pemimpin Umum: Maruli Agus Salim * Pemred/Penjab: As Atmadi * Redpel: Edy Priono * Pemimpin Perusahaan: Kaya Hasibuan

Jumat, 29 Oktober 2010

Apa Mampu Bersihkan Tumor Ganas Tirtanadi

* ‘Kursi Cantik’ Ditempati
    Penzina & Pensiunan

Catatan Ika Anshari
Wartawan Harian Orbit


PENGANGKATAN empat orang Badan Pengawas Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtanadi oleh Gubsu, mendapat sorotan berbagai kalangan. Menyangkut bukan saja kualitas, tetapi terkait kredibilitas dan aktivitas orang-orang yang duduk sebagai Badan Pengawas diragukan untuk dapat membersihkan tumor ganas selama ini menggoroti tubuh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) ini.
<!-- baca selengkapnya -->

Masyarakat juga menyayangkan tempat terhormat itu. Lalu menuding tepat itu sebagai ‘tempat duduk cantik’ orang yang pernah tertangkap basah berzina dengan istri orang di salah satu hotel kitik-kitik (hotel murahan) di kawasan Sunggal.


Selain itu, bukan saja latar belakang moral oknum-oknum yang duduk sebagai Badan Pengasan PDAM Tirtanadi itu yang mendapat sorotan publik.


Masyarakat sebagai konsumen Tirtanadi juga meragukan kemampuan keempat pejabat Badan Pengawas, yakni Rustam Effendy (RE) Nainggolan (Ketua), Abu Hanifah Siregar,  Rajamin Sirait dan Ahmad Ghazali Syam sebagai anggota.
Pasalnya tiga dari empat orang yang diambil sumpahnya (berjanji disaksikan Tuhan), sebagai pejabat tertanggal 21 Oktober 2010 itu, diketahui sebagai pensiunan dan dikategorikan sebagai manula (manusia lanjut usia).


Ssungguhnya sudah menjadi rahasia umum, kondisi Tirtanadi yang berdiri 23 September 1905 dengan nama NV Water Leiding Maatschappij Ajer Beresih berkantor pusat di Amsterdam negeri Belanda ini, ibarat sebuah tubuh digerogoti tumor ganas yang sedikit demi sedikit hancur mendalam.


Entah berapa ratus kali masyarakat melakukan demo, berikut cacian dan keluhan dilontarkan masyarakat sebagai konsumen air terhadap Tirtanadi yang melayani 309.000 pelanggan lebih. Namun, nyaris tidak kemajuan perbaikan pelayanan terhadap masyarakat.


Buruknya kuantitas dan kualitas air masih tetap berada di bawah standar layak konsumsi, merupakan masalah yang tidak pernah terselesaikan PDAM Tirtandi.

Seperti diungkapkan Direktur Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen, Farid Wajdi, air bercampur dengan Lumpur dan pasir, warna air keruh, air bercampur dengan binatang kecil (cacing).

Itu merupakan gambaran fisik air PDAM Tirtanadi yang ditemukan masyarakat sehari-hari. Belum lagi debit air yang kecil ibarat kencing bayi, juga fenoma sehari-hari yang dirasakan konsumen Tirtanadi yang mengaku perusahaan air minum telah mendapat standart ISO internasional itu.

Ironis memang, persoalan yang dihadapi Tirtanadi itu bukanlah masalah baru, namun hingga saat ini belum terlihat adanya upaya perbaikan, baik dari sisi kuantitas terlebih dari kualitas airnya.

Buruknya pelayanan tersebut juga dibarengi dengan sikap tidak transfarannya Tirtanadi terhadap konsumen. Sampai detik ini masyarakat tidak mengetahui berapa sesungguhnya harga pemasangan sambungan baru.

Dari sejumlah temuan di kawasan Kota Medan tarif pemasangan meteran baru mencapai Rp5 juta sampai Rp10 juta. Alasan petugas ketika ditanya sangat klise, harga pemasangan baru tergantung jarak dari meteran yang sudah terpasang. Padahal dari informasi diperoleh harga sebenarnya untuk pemasangan meteran baru tidak sampai Rp2 juta dengan patokan 1 meter dari meteran yang sudah terpasang.
    
Komplikasi penyakit yang melanda Tirtanadi ini menimbulkan keraguan berbagai kalangan terhadap kinerja Badan Pengawas yang baru. Anggota Komisi C DPRD Sumut, H Hidayatullah, menilai pengangkatan Badan Pengawas tidak menggambarkan keinginan pemerintah provinsi Sumut untuk menjadikan PDAM Tirtanadi Medan sebagai perusahaan profesional.

Politisi dari fraksi Keadilan Sejahtera (FKS) ini, melihat komposisi Bawas PDAM Tirtanadi Medan yang terdiri dari dua birokrat dan dua politisi, muncul keraguan apakah keempat orang ini memiliki kemampuan memahami persoalan air bersih.

Hidayatullah juga mengkritisi komposisi Badan Pengawas yang dua di antaranya dari unsur partai politik. Padahal sesuai peraturan, pengurus atau anggota partai politik tidak boleh menjadi badan pengawas di Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) maupun perusahaan milik pemerintah lainnya.

Dibuat Call Centre
Sorotan miring terhadap Badan Pengawas, dijawab salah seorang Badan Pengawas Rajamin Sirait SE. Tokoh pemuda yang juga diketahui pegurus salah satu partai politik ini, mengaku dirinya siap menerima kritikan yang ditujukan kepada dirinya pribadi ataupun lembaganya.

“Saya senang dikritik, berarti orang masih sayang kepada saya. Kritikan itu saya anggap sebagai cambuk untuk memperbaiki diri,” ujarnya Rajamin yang juga dikenal sebagai pengusaha angkutan ini.

Rajamin menyebutkan, dirinya bersama komposisi Badan Pengawas lainnya akan melakukan evaluasi terhadap keluhan masyarakat selama ini terhadap Tirtanadi.
“Langkah awal yang akan dilakukan Badan Pengawas yakni melakukan evaluasi internal dan eksternal Tirtanadi. Sehingga BUMD ini bisa memuaskan konsumen, juga mampu menambah devisa bagi Pemprovsu,” ujarnya.

Di samping itu, sebut Rajamin, Badan Pengawas juga akan menggandeng berbagai elemen, khususnya lembaga konsumen air dan pihak eksekutif.

“Badan Pengawas tidak bisa bekerja sendiri, tanpa partisipasi dari masyarakat, khususnya kalangan eksekutif. Karena kita tidak punya kebijakan untuk membuat sebuah keputusan,” sebutnya.

Menyikapi berbagai keluhan masyarakat, Rajamin akan mengusulkan dibuat call centre bagi konsumen pemakai air yang mengeluhkan pelayanan Tirtanadi. “Kami akan membuat perubahan positif bagi Tirtanadi. Sorotan terhadap kami selaku badan pengawas akan kami jawab dengan kinerja yang diharapkan akan membawa perubahan baik bagi Tirtanadi ke depan,” sebutnya.

Namun, tetap saja masih ada yang mengganjal di hati masyarakat yang mendapat informasi tentang oknum yang suka berzina. Tirtanadi mungkin menganggap, zina dan perselingkuhan adalah hal yang biasa dan lumrah.

Sehingga karyawan dan kepala cabang yang berselingkuh tidak mendapat tindakan. Wadhuh!

Tidak ada komentar: