Redaksi

Pemimpin Umum: Mahsin * Wkl Pemimpin Umum: Maruli Agus Salim * Pemred/Penjab: As Atmadi * Redpel: Edy Priono * Pemimpin Perusahaan: Kaya Hasibuan

Rabu, 16 Februari 2011

Pimpinan DPRDSU Bisa ke Penjara

* Addendum Gedung DPRDSU Rp14,5 M Terus Disorot


Medan-ORBIT: Addendum (penambahan klausal) atas pendanaan pembangunan gedung baru DPRDSU mencapai Rp14,5 miliar masih terus menjadi sorotan.

Informasi yang berhasil dihimpun Harian Orbit, hingga Senin kemarin, menyebutkan, kalangan anggota DPRDSU khususnya tingkat pimpinan merasa gerah terhadap mencuatnya sorotan bernada protes terhadap kebijakan addendum yang dinilai merugikan keuangan negara itu.

“Saya optimis, persoalan addendum atas proyek pembangunan gedung baru wakil rakyat itu bakal menjadi temuan dan dapat menggiring pimpinan DPRDSU ke penjara,” ujar Khairul, tokoh masyarakat Medan yang mengaku terus mengikuti sorotan terkait addendum tersebut.

<!-- baca selengkapnya -->

Menurutnya, proses ke ranah hukum terkait addendum yang disinyalir tidak memenuhi persyaratan dan mekanisme itu dapat semakin cepat jika ada lembaga yang melaporkannya ke KPK.

Terlebih, katanya, media massa terus menyoroti sehingga desakan publik bisa semakin kencang mengarah pengusutan.
Sebagai rakyat Sumut, ujar dia, pasti merasa kecewa kalau addendum itu ditempuh hanya untuk menambah jumlah rupiah di saku oknum tertentu yang nota bene wakil rakyat Sumut. “Itu perbuatan tercela,” tegasnya.

“Kita melaknat wakil rakyat yang menjadi pimpinan di DPRDSU jika benar menilep uang tersebut. “Untuk pembuktiannya, institusi hukum harus pro aktif mengusut kasus yang telah menjadi sorotan publik itu,” ujarnya.

Menurut dia, sangat ironis bila wakil rakyat khususnya Pimpinan DPRD Sumut yang sudah bergelimang fasilitas masih juga melakukan perbuatan tercela dengan menilap APBD.

Terlebih sebutnya, dipundak mereka melekat pengawasan terhadap kinerja Pemprovsu. “Tak pantas wakil rakyat ikut bermain, padahal salah satu tugasnya mengawasi APBD yang dianggarkan untuk pembangunan daerah ini.

Secara terpisah,  Wakil Ketua Lembaga Investigasi Fakta Indonesia (LIFI) Sumut, David Silaban kepada Harian Orbit, Selasa (15/2) mengaku memahami kemarahan masyarakat sehingg ketus melaknat lima Pimpinan DPRD Sumut.
“Tentu mereka marah, karena APBD itu merupakan kumpulan rupiah dari cucuran keringat rakyat. Baik dari pajak, usaha restoran hingga pedagang kaki lima. Coba bayangkan itu,” lirihnya.

David menilai, penegak hukum di Sumut seharusnya merespon kemarahan rakyat tersebut, dengan cara melakukan pengusutan dugaan penilapan uang pembangunan gedung DPRD Sumut sebesar Rp14,5 miliar tersebut.
Apalagi, indikasinya sangat jelas ditembah Badan Anggaran (Banggar) DPRD Sumut, membocorkan ke media, bahwa anggaran itu tidak melalui mekanisme yang benar.

“Kita harapkan aparat penegak hukum arif menyikapi persoalan ini. Kita takutkan tidak adanya proses hukum membuat masyarakat gelap mata, melakukan tindakan-tindakan yang tidak diharapkan,” jelasnya.

Diketahui, indikasi penyimpangan uang rakyat melalui Addendum Rp14,5 miliar untuk pembangunan Gedung DPRD Sumut baru terus ramai dibicarakan.
Informasi dikumpulkan Harian Orbit diketahui, mekanisme pengelontoran uang bersumber dari APBD Sumut tidak sesuai aturan.

Seharusnya, pencairan dana Rp14,5 miliar atas nama addendum tersebut melalui proses penggodokan di tingkat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Sumut untuk disetujui.

Menyeruak kabar, mekanisme pencairan uang rakyat bernilai belasan miliar rupiah itu ‘dikangkangi’ dan peran Banggar ‘diambilalih’  unsur pimpinan dewan. Artinya, Pimpinan DPRD Sumut mengambil keputusan ‘pribadi’ untuk pencairan dana Rp14,5 miliar itu.

Fakta itu mendekati kebenaran, pasalnya, beberapa anggota dewan yang duduk di Banggar tidak mengetahui dan belum pernah dilibatkan dalam proses pembahasan.

Bahkan sumber Harian Orbit, yang juga anggota DPRD Sumut tegas mengatakan, hampir semua pimpinan fraksi tidak mengetahui pembahasan addendum tersebut di tingkat Banggar.

Tak hanya itu, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi D DPRD Sumut dengan pemenang tender proyek tersebut yakni PT Jakon, terungkap, proses addendum itu dilakukan saat kontraktor sudah menjalankan kontrak kerja atau tepatnya, bulan Mei 2010 lalu.

Artinya, addendum dibuat bukan berdasarkan hitungan kebutuhan pembiayaan gedung DPRD Sumut, melainkan tanpa dasar yang jelas. Om-16
Rakyat marah, karena APBD itu merupakan kumpulan rupiah dari cucuran keringat rakyat. Baik dari pajak, usaha restoran hingga pedagang kaki lima. Harus diproses ke ranah hukum

Tidak ada komentar: