Redaksi

Pemimpin Umum: Mahsin * Wkl Pemimpin Umum: Maruli Agus Salim * Pemred/Penjab: As Atmadi * Redpel: Edy Priono * Pemimpin Perusahaan: Kaya Hasibuan

Selasa, 08 Februari 2011

Boikot Sekwan & Dua Kadis Cacat Hukum, Demi Wibawa Pemerintahan DPRDSU Harus Tegas

Ironis, tiga peristiwa sertijab dan pelantikan tanpa melibatkan Wagubsu Gatot Pujonugroho yang sejak akhir Oktober 2010 ditinggal pasangannya dalam sebutan ‘Sampurno’ untuk satu ‘pertapaan’
di Salemba.



sumber foto:antara-sumbar.com
Medan-ORBIT: Pelantikan Sekretaris DPRDSU (Sekwan), Kadis Perikanan Kelautan (Kanla) dan Kadis Tataruang & Pemukiman (Tarukim) Pemprovsu oleh Pelaksana tugas (Plt) Sekdaprovsu dinilai cacat hukum. Alasannya, Plt Sekdaprovsu merupakan pejabat eselon II tidak dibenarkan melantik pejabat yang eselon setingkat.

Belum lagi, ketika disimak sertijab dilaksanakan langsung Sekdaprovsu RE Nainggolan yang memasuki pensiun kepada Plt Sekdaprovsu Hasiholan Silaen 1 Desember 2010, dua bulan kemudian, 1 Februari 2011 Hasiholan pun menyerahkan pula jabatannya kepada Rahmatsyah.
<!-- baca selengkapnya -->

‘Ritualitas birokrasi’ itu terkesan bagai di negeri antah-barantah, karena hanya disaksikan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provsu Suherman. Tiga hari kemudian, 3 Februari 2011, Rahatsyah pun yang nota bene pejabat eselon II itu melantik Drs Randiman Tarigan menjadi Sekwan, Ir Khairul Anwar MSi sebagai Kadis Tarukim dan Zulkarnain menjadi Kadis Kanla. Masing-masing pejabat Eselon II.

Ironisnya, tiga peristiwa sertijab dan pelantikan itu tanpa melibatkan Wagubsu Gatot Pujonugroho yang sejak akhir Oktober 2010 ditinggal pasangannya yang terbingkai dalam sebutan ‘Sampurno’ untuk satu ‘pertapaan’ di Salemba. Gatot sendiri juga terkesan tidak ambil pusing, membiarkan praktik suka-suka yang disutradarai sang bos.

“Bukan tidak mungkin dalam waktu dekat akan banyak lagi pelantikan dan sertijab suka-suka jika Gatot memilih diam membisu,” kata Prof DR Usman Pelly, Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Sumatera Utara kepada Harian Orbit, Minggu (6/2), di Medan.

Menurutnya, boleh-boleh saja Gatot tersinggung atau masa bodoh dengan semua kebijakan yang dikendalikan pasangannya dari Salemba. “Tapi sikap itu bakal membuat pemerintahan provinsi ini babak belur, pasca penetapan Gatot nantinya sebagai pengendali Pemprovsu yang defenitif oleh Mendagri,” ujarnya.

Sikap masa bodoh Wagubsu dengan berbagai peristiwa ‘bongkar pasang’ pejabat di Pemprovsu cukup terang. Ketika Rahmatsyah mencoba melakukan pendekatan dan koordinasi kepada Wagubsu beberapa jam jelang pelantikan Sekwan dan dua kadis itu.

Sumber Harian Orbit menyebutkan, Kamis (3/2), Drs Rahmatsyah MM menemui Wagubsu Gatot Pujonugroho di Bandara Polonia Medan ketika baru tiba dari Jakarta. Rahmatsyah bilang, Jumat (4/2), jam 10.00 WIB ada rapat koordinasi dihadiri para kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan Asisten Kantor Gubsu.

Selanjutnya Rahmatsyah juga menyampaikan bahwa pada hari itu juga akan ada pelantikan tiga pejabat Eselon II. Sekwan DPRDSU, Kadis Tarukim dan Kadis Kanla. Ketika itu, jelas sumber, Wagubsu bilang bahwa dia lagi sibuk, sambil berlalu meninggalkan Rahmatsyah.

Sementara, sebagaimana dilansir sejumlah media cetak terbitan akhir pekan lalu, Wagubsu mengaku tidak mengetahui dan tidak dilibatkan dalam pelantikan Sekwan DPRDSU dan dua kadis itu.

Padahal, Wagubsu ada di Medan untuk urusan tertentu. Dia tiba dari Jakarta, Kamis (3/2), malam. “Wagub tidak tahu ada pelantikan. Makanya beliau tak hadir saat pelantikan,” ujar orang dekat Gatot itu.

Sumber itu juga mengungkapkan jika Gatot tidak mengetahui perihal adanya pergantian Plt Sekdapropsu. “Jelas nggak ada koordinasi terkait hal itu,” ujarnya.

ProkontraTerkait ketidakhadiran Wagubsu pada pelantikan tiga pejabat eselon II itu, kepada pers, Rahmatsyah tidak berkomentar banyak. Dia hanya bilang, semuanya sudah sesuai mekanisme. Seluruh prosedur sudah dilakukan, seraya menyarankan agar menanyakannya kepada BKD yang lebih mengetahui teknisnya.

Kepala BKD, Suherman, mengatakan, tidak ada masalah dengan pelantikan yang dilakukan Plt Sekda, sebab sudah ada pendelegasian tertulis dari Gubsu.
Suherman menyebutkan, pihaknya telah menerima jawaban tertulis dari Kemendagri sesuai dalam surat No 800/4509/SJ bahwa Plt Sekdaprovsu bisa melantik pejabat eselon II jika ada rekomendasi atau pendelegasian dari Gubsu.

Prokontra internal Kemendagri terlihat jelas. Wakil Ketua DPRD Sumut dari Fraksi PKS Sigit Pramono Asri sebelumnya menyebutkan, pelantikan pejabat eselon II tidak boleh melantik pejabat yang eselonnya setingkat.
Menurut Sigit, hal tersebut berdasarkan hasil konsultasi pimpinan DPRD Sumut dengan Dirjen Otda Kemendagri, Johermansyah Johan pada 21 Januari 2011.

Ganggu MekanismePada bagian lain, Prof Dr Usman Pelly juga menyebutkan pasca pelantikan Sekwan yang dinilai ‘cacat hukum’ itu, pimpinan DPRDSU perlu melakukan penilaian. Sehingga kebijakan, pelaksanaan tugas dan fungsi DPRDSU jangan sampai mengganggu mekanisme. “Ya... kalau pelantikan Sekwannya masih dipertanyaakan masyarakat, itu bisa menggangu mekanisme di lembaga legislatif itu,” ujarnya.

Dia menyebutkan, dalam prinsip governance semua usur pemerintahan, eksekutif, legislatif dan yudikatif harus secara bersinergi. “Jangan sampai bersikap masa bodoh terhadap kebijakan yang salah dan melakukan pembiaran,” tegas Pelly seraya menyarankan, setiap yang tak baik harus ditolak.

Belajar dari TomohonMakin runyamnya mekanisme dan kebijakan yang terjadi di Pemprovsu pasca seiring dengan pertapaan  orang nomor satu Sumut di Salemba Mendagri perlu mencermati peristiwa atas Pemerintahan Kota Tomohon, Sulawesi Utara, Linneke Syennie Watoelankow dan Jimmy Stefanus Wewengkang yang mengajukan uji materi UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda).

Pemohon menguji Pasal 108 ayat (3), (4), dan (5) undang-undang tersebut yang dianggap bertentangan dengan Pasal 18 ayat (4) dan Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945.  

Selengkapnya, Pasal 108 ayat (3) berbunyi, “menyatakan dalam hal calon kepala daerah  terpilih berhalangan  tetap, calon wakil kepala daerah terpilih dilantik menjadi kepala daerah”. Ayat (4) berbunyi, “Kepala daerah sebagaimana dimaksud  pada ayat (3) mengusulkan dua calon wakil kepala daerah kepada DPRD untuk dipilih”.

Sementara, ayat (5) berbunyi, “dalam hal  pasangan calon terpilih berhalangan tetap, partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya meraih suara terbanyak pertama dan kedua mengusulkan pasangan calon kepada DPRD untuk dipilih menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah selambat-lambatnya dalam waktu 60 (enam puluh) hari”. 

Kuasa hukum pemohon, Utomo A Karim menegaskan bahwa Pemilukada Kota Tomohon 2010 dimenangkan oleh pasangan Jefferson SM Rumajar dan Jimmy F Eman. Namun, saat ini Jefferson tengah menjalani proses hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Jefferson saat ini sedang terkena kasus tindak pidana korupsi oleh KPK, jika kasus korupsi ditangani oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, tidak pernah ada terdakwa yang dibebaskan oleh Pengadilan Tipikor,” kata Utomo.
Menurutnya, penerapan pasal itu berpotensi melahirkan ketidakpastian hukum yang adil. Hal itu juga telah merugikan pemohon yang telah ditetapkan sebagai peraih suara terbanyak kedua setelah pasangan Jefferson-Jimmy.

Atas dasar itu, para pemohon meminta agar MK mengabulkan permohonannya dan menyatakan pemohon dapat menggantikan posisi Walikota Tomohon terpilih (Jefferson) yang saat ini tengah menjalani proses hukum dan ditahan oleh menjadi tahanan KPK itu. 

Meskipun berstatus tersangka korupsi, pasangan Jefferson-Jimmy tetap dilantik oleh Gubernur Sulawesi Utara di Kementrian Dalam Negeri beberapa waktu lalu. or-01b/Or-06/Om-24

Tidak ada komentar: