* Usman Pelly: Pejabat Punya Otoritas Tanpa Moral
* Copot Darwinsyah Kadis Perindag Sumut
Proses pengangkatan figur yang mau dilantik itu dianggap tidak memenuhi ketentuan. Peranan Gatot disebut-sebut tidak dilibatkan.
* Copot Darwinsyah Kadis Perindag Sumut
Proses pengangkatan figur yang mau dilantik itu dianggap tidak memenuhi ketentuan. Peranan Gatot disebut-sebut tidak dilibatkan.
Medan-ORBIT: Mekanisme pengangkatan pejabat di jajaran Pemprovsu sejak awal kepemimpinan Syamsul-Gatot terkesan buruk. Ketika Gubsu berhalangan, Wagubsu pun buang badan dari urusan melantik pejabat.
Akibatnya, Sekwan DPRDSU brinisial RT, Kadis Tarukim Kh, Kadis Kanla dan sejumlah pejabat eselon lainnya kini terkatung-katung. Ironisnya, sejumlah figur calon pemilik kursi jabatan itu telah menyetorkan rupiah yang bukan tanggung nilainya.
Namun Wagubsu Gatot Pudjo Nugroho terkesan tidak mau tau. Nota delegasi agar Wagubsu melantik sejumlah pejabat itu hanya catatan di atas kertas. “Figur yang diangkat itu, jelas tidak lagi mempunyai kewibawaan secara moral. Mereka itu sama dengan pejabat yang memiliki otoritas tanpa moral,” kata Prof DR Usman Pelly kepada Harian Orbit, Selasa (4/1), di Medan.
Guru Besar Universitas Sumatera Utara ini lebih jauh melihat adanya keganjilan antara keputusan Gubsu dengan hal yang dirasakan Wagubsu jika memang benar Gatot tidak dilibatkan dalam pengangkatan pejabat.
‘Rental Perahu’
Informasi yang berhasil dihimpun Harian Orbit, sejak awal peranan Wagubsu dalam hal pengangkatan pejabat di lingkungan Pemprovsu kerap terabaikan. Kondisi ini disebut-sebut sebagai buntut kesepahaman ketika perjuangan di pentas demokrasi Pilgubsu lalu.
Informasi yang berhasil dihimpun Harian Orbit, sejak awal peranan Wagubsu dalam hal pengangkatan pejabat di lingkungan Pemprovsu kerap terabaikan. Kondisi ini disebut-sebut sebagai buntut kesepahaman ketika perjuangan di pentas demokrasi Pilgubsu lalu.
Adalah, orang nomor satu punya modal material, Gatot sang nomor dua hanya punya massa ril sebagai figur terbaik Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Bahkan sempat mencuat isu semasa proses Pilgubsu itu, orang nomor satu juga harus membayar ‘rental perahu’ melalui Gatot.
Mungkin dinilai sangat logis, kalau dalam penetapan pejabat, peranan orang nomor dua diabaikan begitu saja. Situasi itu ada benarnya, ketika mulai menyimak proses pengangkatan pejabat di Pemprovsu diduga tak melibatkan Gatot.
Faktanya terbukti, ketika pelantikan pejabat eselon akhir November 2010 dan penetapan Penjabat Sekdaprovsu pengganti RE Nainggolan yang pensiun, Gatot pasang siasat. Alasannya tak bisa melantik karena urusan dinas di luar Pulau Sumatera.
Wewenang delegasi pelantikan pejabat yang hanya dimiliki Wagubsu, pasca ‘pertapaan’ orang nomor satu Sumut di Salemba tak digunakan Gatot. Nota delegasi untuk melantik Sekretaris Dewan (Sekwan) RT, Kadis Tarukim Kh, Kadis Kanla serta sejumlah pejabat eselon II itu mentah-mentah diabaikan Gatot.
Tentu saja, dikarenakan proses pengangkatan figur yang mau dilantik itu dianggap tidak memenuhi ketentuan. Peranan Gatot disebut-sebut tidak dilibatkan.
Sikap Gatot ini merupakan sinyal bakal terjadi perombakan pejabat secara besar-besaran menyusul penetapan ‘petapa Salemba’ itu sebagai terdakwa Januari ini. Gejolak internal Pemprovsu bakal meluap. Karena mereka yang kini menjabat itu wajar saja dianggap Gatot sebagai orang yang sulit untuk bekerja tim dengan kepemimpinannya.
Terlebih , telah menjadi rahasia umum, pejabat eselon, badan pengawas pada sejumlah BUMD itu berhasil menduduki kursi jabatan dikarenakan uang dan sebagai hadiah pemenangan paket Cagub pada Pilgubsu lalu.
Sumut Abu Nawas
Usman Pelly mengaku prihatin terhadap kondisi kepemimpinan Pemprovsu saat ini. “Kalau dikatakan Pemprovsu mirip Abu Nawas, kurang baik. Padahal sebenarnya Abu Nawas masih jauh lebih pintar dari kita,” kata Pelly.
Dikatakan, atas nama hukum, kita sendiri yang melakukan pelemahan terhadap jalannya birokrasi pemerintahan. Akibatnya, pemerintahan tidak berwibawa dan tidak mempunyai kekuatan.
Usman Pelly mengaku prihatin terhadap kondisi kepemimpinan Pemprovsu saat ini. “Kalau dikatakan Pemprovsu mirip Abu Nawas, kurang baik. Padahal sebenarnya Abu Nawas masih jauh lebih pintar dari kita,” kata Pelly.
Dikatakan, atas nama hukum, kita sendiri yang melakukan pelemahan terhadap jalannya birokrasi pemerintahan. Akibatnya, pemerintahan tidak berwibawa dan tidak mempunyai kekuatan.
“Ini yang saya sesalkan, kita sendiri telah melemahkan diri kita. Jadi apa yang bisa kita harapkan dari pemerintahan seperti ini,” ujarnya seraya mengatakan bahwa kondisi tersebut merupakan kamuflase dari penegakan hukum.
Lebih jauh dia melihat, yang dirugikan adalah 14 juta rakyat Sumut, akibat tidak jelasnya kepemimpinan itu. “Saya harap supaya ada gugatan terhadap kesewenangan hukum, yang mengatanasnamakan hukum tapi merugikan rakyat,” tegasnya.
Dia menyebutkan, harusnya ketika Gubernur berhalangan tetap, maka seluruh kebijakan atas nama Pemprov diambilalih oleh Wakil Gubernur. Kalau tidak, apa gunanya dibuat struktur jabatan Wakil Gubernur. “Kenapa kita masih diam membisu mentolelir kondisi seperti ini,” katanya.
Copot Darwinsyah
Salah satu pejabat yang mempunyai otoritas namun tanpa moral antara lain diduga melibatkan Darwinsyah SH, Kadis Perindag Pemrovsu. Sejumlah kalangan menyarankan, begitu Gatot memegang tampuk kepemimpinan Sumut ada baiknya segera mencopot Darwinsyah.
Informasi dari sumber yang layak dipercaya, kepada Harian Orbit kemarin mengungkapkan, Darwinsyah awalnya dikenal cukup idealis dan selektif terhadap pemberian pejabat.
Sumber itu mencontohkan, Darwinsyah pernah mengembalikan parsel lebaran pemberian Syamsul Arifin ketika masih menjabat Bupati Langkat. Alasan Darwin disebutkan, dia meragukan kehalalan, menghindari asal parsel dari korupsi.
Tak bermoralnya, kata sumber, justru dalam salah satu acara di Makasar, ketika Darwinsyah menjabat Kaban Kesbang Linmas Provsu, dia menyanjung dan terkesan bagaikan menjilat bosnya.
Sekarang, dia malah diangkat menjadi Kadisperindagsu, padahal tidak mempunyai kafabelitas dan latarbelakang pendidikan yang tepat untuk mengurusi perdagangan dan perindustrian.
Sumber juga menyebutkan, sharusnya Darwinsyah sebagai Calon Walikota Tebingtinggi yang ‘keok’ pada pemilihan walikota lemang itu beberapa waktu lalu tidak layak memperoleh promosi jabatan. “Tentang PNS yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah dan kalah, maka tidak akan dipromosikan. Itu konsideran hukumnya cukup jelas,” katanya.
Terlebih, lanjut sumber itu lagi, ketika menjabat Kabiro Hukum Kantor Gubsu, Darwinsyah diduga tidak mempunyai komitmen dalam menyelamatkan aset negara. Sehingga aseet Pempropsu tempat berdirinya Hotel Dirgasurya, di dekat Lapangan Benteng Medan pindah ke tangan pihak lain.
Dikatakannya, saat itu Pemrovsu menang di PN Medan melawan Munir Hamid (almarhum). Di tingkat banding pada PT kalah, namun tidak ada upaya kasasi dilakukan Darwinsyah ke MA hingga batas waktu berakhir.
Pasca peristiwa pengembalian parsel lebaran, Darwinsyah pun memasangsiasat baru. Mendekati raja muda yang dikenal akrab dengan datuk, untuk bisa menerima maaf dari sang datuk penguasa Pemprovsu. Or-01b
Tidak ada komentar:
Posting Komentar