Redaksi

Pemimpin Umum: Mahsin * Wkl Pemimpin Umum: Maruli Agus Salim * Pemred/Penjab: As Atmadi * Redpel: Edy Priono * Pemimpin Perusahaan: Kaya Hasibuan

Rabu, 24 November 2010

Gonjang-ganjing Gayus dan Aburizal Bakrie

* ‘SBY Harus Bertindak’
 
Medan-ORBIT: Tidak dapat dipungkiri, masyarakat secara terbuka me¬ngetahui kasus Gayus Tambunan yang disebarkan media massa secara luas, merupakan mafia pajak bersakala besar melibatkan orang-orang penting.
Menurut opini publik yang terbangun, kata aktivis Badan Investigasi Nasional (BIN) Pusat, Deny Abdul Kadi Zaelani, kasus Gayus adalah bagian kecil dari mafia pajak yang besar di negara ini.

“Apabila penanganan kasusnya lam¬ban, akan semakin kencang opini publik dan merembet ke mana-mana, termasuk yang disebut sendiri oleh Gayus melibatkan perusahaan Aburizal Bakrie,” kata Deny kepada Harian Orbit Selasa (23/11).

 Eksesnya, Partai Golkar jadi amat tersandera oleh kasus mafia pajak Gayus Tambunan. Sekalipun Aburizal Bakrie berusaha membantah ada hubungan dengan plesiran ke Bali, namun masyarakat tidak percaya sebelum kasusnya masuk ke ranah hukum.
<!--baca selengkapnya-->


Sebagaimana dihimpun wartawan Harian Orbit di Jakarta, Buhanuddin Muhtadi menyebutkan, sepanjang kasus ini belum tuntas, Golkar akan terus menerus terpuruk. Apalagi dikaitkan persiapan Aburizal Bakrie di Pilpres 2014.
Gayus pegawai golongan IIIA di Ditjen Pajak yang dikenal makelar kasus (markus) mengaku, persoalan pajak selama ini tetap dikaitkan dengan Bakrie Group. Menurut Gayus, ia menangani pengurusan pajak sekitar 60 perusahaan besar yang bermasalah, dan beberapa di antaranya adalah anak perusahaan Bakrie.
Grup Bakrie
Partai Golkar sendiri melalui beberapa petingginya sudah mengklarifikasi kabar pertemuan Gayus Tambunan dengan Aburizal Bakrie ketika berplesiran ke Bali beberapa waktu lalu.
Ketua DPP Partai Golkar, Priyo Budi Santoso, mengakui keberadaan ketua umumnya di Bali, namun membantah Ical  (panggilan Aburizal Bakrie) melakukan pertemuan dengan Gayus Halomoan Tambunan.

Ketika Partai Golkar mati-matian membantah adanya pertemuan antara Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie dengan terdakwa mafia pajak Gayus Tambunan di Bali, Ical juga menolak dirinya dikaitkan dengan sejumlah perusahaan punya hubungan khusus dengan markus itu.
Sementara Wakil Sekjen DPP PDI Perjuangan Achman Basarah berharap polisi mengungkapkan apakah ada agenda lain di balik kedatangan Gayus ke Bali. “Apakah Gayus ke Bali hanya menonton tenis saja, atau ada agenda lain. Pers juga harus kritis jangan terjebak dengan pengalihan isu yang sebenarnya terjadi dari keberadaan dia di Bali,”  tegas Achmad yang Anggota Komisi III  DPR RI.
Bongkar kasus ini sampai tuntas.
Sebagaimana diungkapkan oleh Gayus sebelumnya, sepanjang 2007-2009 dia menangani proses banding 44 perusahaan wajib pajak. Perusahaan pertambangan ternama, PT Kaltim Prima Coal, yang sedang bermasalah di Kantor Pelayanan Pajak untuk wajib pajak besar di Gambir, Jakarta Pusat, menjadi garapan pertama Gayus dengan perusahaan Grup Bakrie.
PT Kaltim Prima Coal ini merupakan bagian dari kerajaan bisnis batu bara, Bumi Resources. Kepada penyidik, Gayus sempat mengatakan membantu membereskan tiga kasus pajak perusahaan Grup Bakrie sepanjang 2008.
Efek Domino
Selain kasus tertahannya surat ketetapan pajak PT Kaltim Prima Coal, Gayus membantu proses banding PT Bumi Resources di pengadilan pajak serta membuatkan surat pemberitahuan pajak pembetulan untuk pengurusan sunset policy PT Kaltim Prima Coal dan PT Arutmin Indonesia.
Berkat sokongan Gayus dan kelompoknya, ketiga perusahaan Bakrie itu terhindar dari keharusan menyetor pajak plus denda dengan jumlah lebih banyak ke kas negara. Menurut Gayus, tiga perusahaan itu memilih jalur belakang, membayar sogokan melalui mafia pajak setidaknya US$ 7 juta atau sekitar Rp 65 miliar.
Kendati tersangka kasus mafia pajak, Gayus HP Tambunan, mengaku pernah membantu masalah pajak di sejumlah perusahaan Grup Bakrie, soal ini belum dipastikan oleh tim penyidik independen Mabes Polri.
Sekretaris Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Denny Indrayana menjelaskan pula, ketika di Singapura memang informasi tentang Gayus membantu masalah pajak perusahaan-perusahaan milik Bakrie sudah muncul. “Tetapi itu informasi sepihak dari Gayus Tambunan waktu itu dan harus diverifikasi,” ujar Deny.
Gonjang-ganjing Perusahaan Grup Bakrie yang pajaknya bermasalah terus berkembang. Anggota DPR RI,  tokoh masyarakat dan elemen rakyat meminta agar kasusnya ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saja.
 Bahkan Indonesian Corruption Watch (ICW) menilai, Polri tidak serius dalam menangani kasus Gayus Halomoan Tambunan. Untuk itu, ICW mendesak agar kasus tersebut ditangani oleh KPK.
Menurut peneliti hukum ICW Donal Faris, keluarnya Gayus dari tahanan Mako Brimob Kelapa Dua beberapa waktu lalu menandakan ketidakseriusan Polri dalam menangani kasus tersebut.
“Kita yakin ini efek domino dari ketidakseriusan Polri dalam menangani kasus Gayus sehingga tidak menyentuh akar permasalahan dan oknum yang terlibat dalam kasus tersebut,” kata Donal.

Wajib Menyerahkan
Alasan mengapa kasus Gayus harus ditangani KPK, sebut Donal, karena banyak keganjilan selama kasus tersebut di tangani Polri. Kejanggalan paling menonjol dimulai dengan adanya desain sistematis untuk membonsai kasus tersebut.
“Gayus justru dijerat kasus PT SAT dengan kerugian negara hanya Rp 570.952.000, dan bukan pada kasus utama yakni kepemilikan rekening Rp 28 miliar dan save deposite sebesar Rp 75 miliar,” tambahnya.
Padahal, lanjut Donal, kasus PT SAT sendiri sangat jauh keterkaitannya dengan asal muasal kasus tersebut mencuat. Publik bahkan tidak mengetahui sama sekali perkembangan kasus itu. Bahkan, Polri tidak menyentuh sama sekali sejumlah pejabat tinggi Kepolisian yang diduga menerima uang dari Gayus.
“Polri justru mengorbankan kalangan perwira menengah saja untuk menutupi keterlibatan perwira tinggi dalam kasus pajak Gayus. Seperti Kompol Arafat dan AKP Sri Sumartini, keduanya seolah menjadi tumbal. Padahal mereka hanya pemain kecil saja,” tegasnya.
Untuk itu, kata Koordinator Divisi Hukum ICW Febridiansyah, SBY harus bertindak konkret.  Perintahkan Kapolri untuk kerjasama dengan KPK.
Sebab, secara yuridis seperti tersurat dalam pasal 8 ayat (3) UU KPK disebutkan , ‘Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi mengambil alih penyidikan atau penuntutan kepolisian atau kejaksaan wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan dalam waktu paling lama 14 hari kerja, terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan KPK.
“Dari pasal ini terlihat jelas, adanya klausal ‘wajib menyerahkan’ sehingga tidak ada ruang bagi kepolisian dan kejaksaan untuk menolak KPK melakukan supervisi atas kasus Gayus,” papar Febridiansyah. Om-04


Tidak ada komentar: