Medan-ORBIT: Tahun 2013 mendatang, kontrak PT Inalum oleh Jepang berakhir sudah. Namun, informasi dikumpulkan Harian Orbit, hingga Senin (4/10) diketahui, Jepang telah mengajukan penawaran perpanjangan kontrak baru ke pemerintah Republik Indonesia (RI).
Sontak saja, wakil rakyat Sumatera Utara (Sumut) bersuara meminta pemerintah untuk mengambilalih perusahaan Inalum tersebut.
Politisi Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Sumut, Brilian Moktar di Medan, kemarin paling lantang meminta agar pemerintah tidak mengikuti kemauan Jepang untuk ‘menguasai’ PT Inalum.
Katanya, pemerintah harus bersikap bijaksana dalam mengeluarkan sebuah keputusan terkait permintaan Jepang itu.
“Kita berharap pemerintah jangan sampai didikte pihak Jepang soal izin perpanjangan kontrak PT Inalum. Pemerintah mesti cermat dan hati-hati dan tidak harus selalu mengikuti kemauan Jepang,” kata Berlian di gedung dewan, Jalan Imam Bonjol, Kota Medan.
<!-- baca selengkapnya -->
Diterangkan, dirinya telah mengetahui usulan proposal diajukan investor Jepang. Isinya lanjutnya, investor Jepang meminta proyek diperpanjang dengan komposisi kepemilikan saham yang sama seperti saat ini.
Menurut Brilian Moktar, sesuai dengan semangat dan aspirasi masyarakat yang juga didukung DPRD Sumut dan Pemerintah Provinsi Sumatera utara (Pemprovsu), pemerintah diharapkan mengambilalih PT Inalum secara utuh dan tidak lagi melakukan kerjasama setelah masa perjanjian kontrak berakhir tahun 2013.
“Pemerintah diharapkan mengusai secara utuh PT Inalum. Jangan lagi melakukan kerjasama setelah berakhir masa kontrak. Harus diamblalih,” tegasnya.
Brilian meyakini, Inalum sangat strategis untuk kepentingan Indonesia khususnya untuk pembangunan Sumut. Karenanya dia berharap pemerintah berpihak kepada keinginan masyarakat Sumut dan tidak menerima proposal investor Jepang.
Ketua Komisi E DPRD Sumut itu mengaku khawatir, sebab informasi diperolehnya, pemerintah dipastikan akan memperpanjang kerja sama dengan pihak Jepang di PT Inalum.
Kangkangi
“Bila kontrak kerjasama tetap dilakukan bersama Jepang, berarti pemerintah mengangkangi aspirasi masyarakat,” katanya.
Tak hanya Brilian, anggota DPRD Sumut dari Fraksi Partai Demokrat Hj Meilizar Latif meminta pemerintah menolak proposal karena jelas-jelas tidak akan menguntungkan bagi Indonesia.
Anggota Komisi C Bidang Keuangan DPRD Sumut itu berpendapat, sesungguhnya tidak ada yang perlu dipertimbangkan pemerintah terkait proposal dari investor Jepang itu. Apalagi jika komposisi kepemilikan yang ditawarkan masih seperti sekarang ini.
“Proposal itu harus ditolak karena dipastikan tidak akan menguntungkan Indonesia, apalagi pengalaman menunjukkan bahwa kerja sama dengan Jepang selalu merugikan kita. Inalum sebaiknya dinasionalisasi saja,” ujarnya.
Ia juga meminta pemerintah memilih opsi mengambil alih Inalum secara penuh dari konsorsium 12 perusahaan Jepang dan kemudian dikelola oleh badan udaha milik negara (BUMN).
Diketahui, kerja sama Indonesia dengan investor Jepang tergabung dalam Nippon Asahan Aluminium (NAA) Corp itu sendiri akan berakhir tahun 2013.
Namun, sesuai persetujuan induk atau master agreement di antara kedua belah pihak, Indonesia sudah harus menentukan opsi pasca kerja sama paling lambat Oktober 2010.
NAA menguasai 58,88 persen saham PT Inalum dan sisanya (41,12 persen) dikuasai pemerintah Indonesia. Perusahaan berdiri 6 Januari 1976 dengan investasi awal sebesar 411 miliar yen tersebut terangnya, mempekerjakan 2.014 tenaga kerja Indonesia dan dua orang tenaga kerja asal Jepang.
Pada tahun 2009, perusahaan peleburan aluminium itu mampu menghasilkan 254 ribu ton ingot (aluminium batangan) dengan penjualan 394 juta dolar AS dan laba bersih 66 juta dolar AS.
Sementara penjualan tertinggi tercatat pada tahun 2007 sebesar 650 juta dolar AS, sedangkan laba bersih tertinggi pada tahun 2005 sebesar 157 juta dolar AS. Or-06
Tidak ada komentar:
Posting Komentar