* Standarisasi Makanan di Indonesia Bobrok
Medan-ORBIT: Standarisasi makanan dan minuman di Indonesia, tegas Marius, hanya mengacu pada unsur uji pustaka dan tidak ada uji laboratorium.
Padahal, standarisasi internasional mewajibkan seluruh negara melakukan kedua proses pengujian itu. Masyarakat tiba-tiba dikejutkan mengkonsumsi Indomie (foto) berbahaya, setelah mie instant itu dilarang masuk ke Taiwan karena mengandung zat merusak kesehatan.
Menurut hasil uji laboratorium Taiwan, Indomie yang beredar luas di Indonesia mengandung dua bahan pengawet berbahaya, yaitu methyl p-hydroxybenzoate dan benzoic acid.
Kedua unsur itu, kata pihak berwenang di Taiwan, hanya boleh digunakan untuk membuat kosmetik. Sehingga Indomie terlarang untuk dikonsumsi rakyat Taiwan. Selain di Taiwan, dua jaringan supermarket terkemuka di Hong Kong untuk sementara tidak lagi menjual Indomie yang menjadi makanan populer di Indonesia.
Informasi yang dihimpun Harian Orbit hingga Selasa (12/10), setelah berita Indomie mengandung zat berbahaya itu menyebar luas di televisi, facebook, twiter dan media massa lainnya, masyarakat daerah ini menjadi ngeri, ragu-ragu dan bingung.
Setelah melalui tes Departemen Kesehatan Taiwan, Indomie mengandung dua zat berbahaya baik pada mie maupun bumbunya. Lalu pekan lalu memutuskan menolak impor Indomie dari Indonesia.
<!-- baca selengkapnya -->
Sementara Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia tidak menyangkal bila mie instan produk Indonesia mengandung bahan kimia. Tetapi disebutkan, kadarnya masih dalam batas yang wajar. Penarikan mie instan yang diproduksi PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk itu, menurut Kepala BPOM Kustantinah, memang terkait dengan kandungan nipagin.
Dijelaskan Kustantinah, zat pengawet nipagin itu berada dalam kecap yang merupakan bagian dari mie instan, khususnya jenis mie goreng. Dalam konsumsi yang berlebihan dapat terkena muntah-muntah dan risiko berat bisa terkena penyakit kanker. “Apapun yang terkandung bila dikonsumsi berlebihan akan bahaya bagi kesehatan,” tuturnya di kantor BPOM, Jakarta, Senin (11/10).
Sangat Rentan
Sesungguhnya penyakit yang ditimbulkan akibat zat kimia berlebihan dengan mengkonsumsi mie instant bisa menimbulkan penyakit kanker, membuat sesak dan bisa muntah-muntah.
Untuk itu menurut Ketua Lembaga Konsumen Indonesia (LKI) Medan H Abu Bakar Sidik, SH kepada Harian Orbit, sudah jelas penolakan ekspor terhadap produk Indomie oleh Taiwan karena menilai zat kimia nipagin telah jauh diambang batas teloransi.
“Saya ingatkan masyarakat membatasi makan Indomie dan produk sejenisnya. Kalau bisa tidak usah dimakan karena masih banyak makanan lainnya yang aman dan tidak terkontaminasi zat kimia itu,” katanya.
Sementara dr Hendra yang praktik di Rumah Sakit Mutiara Persada Jl Jamin Ginting Medan menyatakan, mengkonsumsi mie instan memang cukup berbahanya dan sangat menggangu kesehatan. Sebab, jenis kandungan zat kimia yang terdapat di dalamnya bila dikonsumsi dalam jangka panjang selain dapat menimbulkan ganggunag terhadap pencernaan juga dapat menimbulkan kanker.
Sebaiknya, pinta dr Hendra, pemasaran mie instant dibatasi. “Kalu bisa tidak dikonsumsi itu lebih baik. Untuk apa dikonsumsi jika menimbulkan penyakit. Terutama anak-anak yang tubuhnya masih sangat rentan. Orang tua harus bijak memilah jenis makanan yang harus diberikan terhadap anaknya,” pesannya.
Kanker dan Penyakit Hati
Menurut Dr Iwan, kelahiran Medan yang aktif di Bandung menyebutkan, jauh sebelum saat ini sudah diingatkan kepada masyarakat agar berhati-hati mengkonsumsi Indomie yang mengandung zat berbahaya. Efek buruk bagi kesehatan sudah banyak ditemukan, tetapi makan instant itu sudah terlanjur menjadi favorit, sehingga sulit mencegahnya.
“Sementara pihak pemerintah, terutama BPOM tidak tegas untuk melarang makanan yang membahayakan bagi lambung pemakan mie instant itu. Sekarang sesudah Departemen Kesehatan Taiwan menyatakan Indomie berbahaya baru tersentak,” katanya.
Sementara Ketua Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Medan, Drs Irwanto T kepada Harian Orbit, lebih menekankan kepada kemungkinan adanya persaingan dagang, dengan mengungkap ada kandungan bahaya di Indomie.
“Mungkin saja akibat persaingan bisnis yang terjadi di Taiwan, dengan beredarnya produk Indomie dari Indonesia. Lalu membuat pernyataan yang membuat warga setempat takut untuk mengkomsumsi Indomie dari Indonesia. Sementara di Indonesia sendiri, produk indomie hingga kini masih di komsumsi masyarakat,” terang Irwanto.
Walaupun begitu, lanjutnya Irwanto, kita harus mengantisipasi apa yang dianggap berbahaya di dalam campuran Indomie itu. Caranya dengan melakukan pengawasan mutu yang produknya layak atau tidak untuk dapat dikomsumsi masyarakat luas.
Sebab, menurutnya, makanan yang memiliki kandungan beracun sangat berbahaya sekali bagi kesehatan, akan ada efek-efek penyakit yang timbul, mulai dari kangker dan penyakit hati.
Mencari Pembenaran
Pelarangan Indomie di Taiwan menunjukkan betapa bobroknya sistem standarisasi makanan di Indonesia. Padahal, mie paling sering dikonsumsi di Indonesia selain nasi.
Pernyataan ini diungkapkan oleh ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI), Marius Widjajarta kepada wartawan di Jakarta, Selasa (12/10).
Standarisasi makanan dan minuman di Indonesia, tegas Marius, hanya mengacu pada unsur uji pustaka dan tidak ada uji laboratorium. Padahal, standarisasi internasional mewajibkan seluruh negara untuk melakukan kedua proses pengujian tersebut.
“Jadi badan standarisasi Indonesia atau SNI (Standar Nasional Indonesia) merupakan singkatan dari Standar Nekat Indonesia,” ujar Marius dengan nada ngeledek (mengejek).
Marius telah mempertanyakan ini sejak 2-3 tahun lalu. Bahkan ia melakukan protes ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), namun tidak digubris. Menurut pihak BPOM, kata Marius, uji coba laboratorium dikatakan pihak BPOM tidak dapat dilakukan karena mahal.
“Saya dipanggil oleh salah satu ketua mereka karena saya terlalu protes. Dengan kejadian ini, seharusnya BPOM mau membuat anggaran itu walaupun mahal,” kata Marius. Sehingga tidak hanya membuat statemen menyatakan aman dikonsumsi masyarakat, sementara belum dilakukan uji yang benar-benar standar internasional.
Menurutnya setelah kejadian di Taiwan itu, produk makanan Indonesia bisa jadi akan dilarang di seluruh negara. “Karena tidak ada uji laboratorium. Masak kita kalah dari India,” gugatnya.
Standarisasi lewat uji laboratorium harus dilakukan untuk memperoleh batasan Bahan Tambahan Pangan (BTP) seperti bahan pengawet, pemanis dan pewarna. Jika tidak dilakukan, ini bisa berakibat fatal.
“Dalam aturan internasional, dua komponen ini harus dilakukan. Tapi, tidak di Indonesia. Pejabat kita masih tidak ada reaksi. Mereka hanya mencari pembenaran, bukan introspeksi diri untuk produk-produk tersebut,” kata Marius lagi.
Gunakan Logika
Marius menekankan pentingnya menjaga kesehatan 220 juta masyarakat Indonesia. Bahaya terbesar terletak pada organ hati karena organ ini menetralisir racun. Karena sifatnya kumulatif atau ditimbun.
“Dengan adanya uji laboratorium, kalau ada complain, kita bisa dengan gagah membantah mereka (negara lain) yang menyerang kualitas makanan kita,” ungkap Marius.
Menurut pengalaman salah seorang yang sudah membuktikan sendiri bahayanya Indomie menyebutkan, Indomie sudah jelas berbahaya bagi tubuh manusia yang memakannya.
Sebagaimana pernah ditulisnya di media massa setelah melakukan percobaan sendiri, bahwa mi instan yang telah dimasak dan dicampur ikan pun, diletakkan di tempat sampah, tidak akan membusuk dan tidak dihinggapi lalat. “Itu karena zat pengawetnya,” katanya dan minta tidak dituliskan namanya.
Tetapi, tuturnya, masyarakat tetap saja memakannya dengan lahap di seluruh tanah air, hanya karena pihak pemerintah dalam hal ini BPOM cenderung memihak kepada produsen makanan berbahaya itu. “Pengalaman bukti pemeriksaan Departemen Kesehatan Taiwan sebaiknya dijadikan pelajaran untuk menguji di laboratorium secara benar,” katanya.
Khusus menyangkut kasus Indomie mengandung zat berbahaya bagi manusia, katanya, gunakan logika sederhana saja. Kalau Indomie berbahaya bagi manusia di Taiwan, tentu bagi manusia Indonesia juga bahaya. “Kan sama-sama manusia,” ujarnya.
Menghancurkan Organ Perut
Sepertinya pemberitaan bahayanya mengkomsumsi produk Indomie tidak berpengaruh terhadap masyarakat. Mereka masih mengganggap makanan Indomie merupakan sajian yang lezat, meskipun yang terkandung di dalam kemasan Indomie dapat menyebabkan penyakit kanker dan jantung.
Menanggapi hal itu, Sutini (39) Warga Jalan Karya yang sehari-harinya berjualan mie menuturkan, permintaan pembeli tidak ada penurunan, meskipun pemberitaan mengenai bahayanya mengkomsumsi Indomie begitu meluas. “Masyarakat kayaknya tidak ambil pusing, para konsumen sudah ketagihan,” terang Sutini.
Khusus di Kota Medan, hasil pantauan Harian Orbit setelah geger Indomie berbahaya, masyarakat masih tetap saja mengkonsumsi Indomie. “Kita tergantung pemerintah saja, kalau kata BPOM aman ya amanlah itu,” tukas Zainuddin Nasutin, warga Medan yang mengaku paling suka Indomie.
“Kalau aku, sementyara berhenti dululah. Buat apa cari penyakit. Nanti kalau sudah benar-benar aman, baru aku makan lagi mie instant itu,” jelas Ela penduduk Sunggal.
Sementara Edy, warga Medan mengatakan, dia sudah tahu lama kalau Indomie itu berbahaya. Buktinya mantan Konjen Malaysia di Medan pernah masuk Rumah Sakit Gleni Medan gara-gara makan Indomie. “Sampai sekarang dia sama sekali tidak mengkonsumsi Indomie itu lagi,” urainya.
Mantan Konjen Malaysia itu mendapat gangguan pada perut sehingga muntah-muntah. Untung cepat dibawa ke rumah sakit, jika tidak bisa menyebabkan fatal. Karena Indomie mengandung zat asam yang berat dapat menghancurkan organ perut.
Benar-benar JujurSetelah penolakan Taiwan terhadap mie instant Indomie, di televisi swasta disiarkan usus seorang anak SD harus dipotong karena membusuk akibat kebanyakan mengkonsumsi mie instant itu.
Kemudian Hilal Aljajira (6), Erna Sutika (32) harus menelan pil pahit, disebabkan ususnya bocor dan membusuk hingga harus dipotong. Rupanya Hilal juga rajin menyantap mi instan karena di rumah tak ada orang yang memasakkan makanan untuknya.
Menurt catatan Mingguan Nova, Jakarta, ada orang yang sekarang usianya sekitar 48 tahunan tapi sudah 4 tahun terakhir ini kemana-mana membawa alat ( maaf), sebagai pengganti anusnya. Sebab usus bawah sampai dengan anus telah dipotong karena sudah tidak bisa dipakai lagi.
Pasalnya waktu mahasiswa dengan alasan ekonomi, mengkonsumsi mie instant secara berlebihan sehingga bagian usus yang dipotong tersebut adalah tempat mengendapnya bahan pengawet yang terdapat di setiap mie instant. Sehingga menimbulkan pembusukan di tempat tersebut.
Ada orang yang pernah terkena kanker getah bening (8 kelenjar getah bening kena), dan berobat selama hampir 1 tahun di Singapura menghabiskan lebih dari 1 Milyar pada tahun 1996 sampai 1997 (untung ditanggung kantor). Hal itu akibat dia mengkonsumsi Indomie. Menurut dokter yang mengobatinya di Singapura, penyebab utamanya adalah pengawet di Indomie.
Menghadapi gonjang-ganjing Indomie berbahaya bagi yang mengkonsuminya, Dr Iwan berpesan, sebaiknya jangan memakan Indomie dulu. Selain menunggu keputusan pemerintah yang benar-benar jujur memihak kepada kepentingan kesehatan masyarakat, tunggulah hasil laboratorium yang akurat.
“Mencegah, untuk menjaga kesehatan itu lebih baik ketimbang secara emosional mengkonsumsi mie instant yang sudah lama dindikasikan berbahaya,” pungkas Dr Iwan. Om-11/Om-17/ Om-Erw/Om-20
Tidak ada komentar:
Posting Komentar