Redaksi

Pemimpin Umum: Mahsin * Wkl Pemimpin Umum: Maruli Agus Salim * Pemred/Penjab: As Atmadi * Redpel: Edy Priono * Pemimpin Perusahaan: Kaya Hasibuan

Kamis, 18 November 2010

Bandara Kualanamu Harus ‘On Air’ 2012

Selain target selesai meleset, dana Rp2 triliun untuk membangun Bandara Kualanamu disinyalir dimark-up. Anggota DPD RI juga menyinggung UU yang tumpang tindih.

Medan-ORBIT: Bandara Polonia Medan kondisinya semakin semrawut dengan bangunan tinggi yang dapat menganggu penerbangan, sementara Bandara Kualanamu (foto) belum jelas kapan selesai.
<!--baca selengkapnya-->

Informasi dihimpun Harian Orbit Rabu (17/11), Anggota Dewan Perwakilan Daeran (DPD) RI, Parindungan Purba menyebutkan, Bandara Kualanamu harus selesai dan dapat dioperasikan atau On Air pada tahun 2012 mendatang.

Sebab, Bandara Kualanamu merupakan kunci dalam pembangunan perekonomian masyarakat di daerah ini. “Selama Pembangunan Kualanamu tidak tuntas, akan memperlambat pertumbuhan ekonomi masyarakat,” tegas Parlindungan.

Padahal, seharusnya pembangunan bandara tersebut sudah memasuki 100 persen, tetapi pada kenyataannya pembangunannya masih terkesan lamban.
DPD RI, katanya, secara terus-menerus akan mendesak pihak pemerintah agar pembangunan bandara Kualanamu dituntaskan tepat waktu.

Hal itu dijelaskannya pada seminar amandemen UUD ’45 DPD-RI bekersama dengan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) cabang Sumatera Utara (Sumut) di aula PWI Sumut Jalan Parada Harahap, Medan Selasa (l6/11).

Menyurati KPK

Informasi dihimpun Harian Orbit terkait Bandar Kualanamu yang mulai dibangun pada 2006 lalu hingga kini terus meleset dari kepastian penyelesaiannya. Sejak dicanangkan bakal beroperasi pada Oktober 2009, target tersebut kemudian direvisi menjadi akhir 2010.

Belakangan target pertengahan tahun 2011 kelihatannya bakal tidak terpenuhi. Terakhir dari rapat koordinasi pembebasan lahan antara Pemprov Sumut dengan PT Angkasa Pura II beberapa waktu lalu, disebutkan target operasi (‘On Air’) Bandara Kualanamu pada akhir 2012.

Sementara Menteri Perekonomian Hatta Rajasa menegaskan, komitmen pemerintah pusat untuk tetap menyelesaikan pembangunan Bandara Kualanamu.

“Pokoknya Bandara Kualanamu harus selesai. Pemerintah tetap mengalokasikan anggaran di 2010 dan 2011,” ujar Hatta di Medan beberapa waktu lalu. Namun Hatta tak secara tegas menjelaskan kapan pemerintah bisa menyelesaikan pembangunan bandara pengganti Polonia tersebut.

Sementara&nbsp; Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) utusan Sumatera Utara, Rahmat Shah, pada Maret lalu mengungkap adanya dugaan penggelembungan ( mark-up) dana dalam pembangunan Bandara Internasional Kualanamu.

“Dana yang dialokasi itu tidak sesuai dengan peruntukannya, diduga digelembungkan,” katanya usai berdialog dengan Kajati Sumut di Medan.

Rahmat Shah mengatakan, panitia pembangunan Bandara Internasional Kualanamu mengalokasikan dana sebesar Rp2 triliun untuk pemetaan dan pengundukan tanah.

 “Rp1 triliun untuk pemetaan dan Rp1 triliun untuk pengundukan tanah,” katanya. Ia menilai, jumlah dana yang dianggarkan itu terlalu besar karena tidak sesuai dengan luas lahan Bandara Internasional Kuala Namu yang hanya sekitar 1.200 hektar.

Kesimpulan tidak sesuainya dana pemetaan dan pengundukan tanah itu juga diketahui ketika melakukan kunjungan kerja bersama ketua DPD RI Irman Gusman beberapa waktu lalu.

 “Dana Rp2 triliun terlalu besar, bisa membeli tanah seluas 10 ribu hektar. Sedangkan lahan Bandara kuala namu hanya sekitar 1.200 hektar,” katanya.

Karena itu, kata Rahmat Shah, pihaknya menyurati KPK dan BPK untuk melakukan audit terhadap penggunaan dana sebesar Rp2 triliun tersebut.

 Pihaknya juga melampirkan laporan dugaan penggelembungan dana pembangunan Bandara Internasional Kualanamu itu ke Polda dan Kejati Sumut. “Dana pembangunan Bandara Kuala Namu sangat tidak wajar sehingga muncul dugaan penggelembungan dan `mark up`,” tegasnya.

Hapuskan Tumpang

Selain Parlindungan Purba SH, MM sebagai pembicara dalam seminar amandemen UUD 45 itu diisi oleh Ketua Pasca Sarjana Universitas Medan Arean (UMA).

Setelah membicarakan Bandara Kualanamu Parlindungan Purba menyinggung pula peraturan Perundang-undangan saat ini yang masih ditemukan tumpang tindih.&nbsp; Sehingga dalam pelaksanaannya sangat rancu.

“Dengan kerancuan ini tentu kita selaku warga negara berhak untuk mengkritisi pihak legislasi selaku pembuat undang-undang dan eksekutif sebagai pelaksana undang-undang tersebut,” tukasnya.

Misalnya masalah penanganan hukum, hal yang sama ada yang ditangani KPK dan ada juga ditangani Kejaksaan ataupun pihak kepolisian. Sebagaimana undang-undang lalulintas ada yang ditangani pihak kepolisian dan ada pula ditangani pihak Departemen Perhubungan (Depbub).

Menurut Parlindungan, pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) dan Surat Tanda Nomor Kenderaan (STNK) sebenarnya gawenya Dinas Perhubungan, tetapi masih juga di tangan pihak kepolisian.

“Sebaiknya tumpang tindih itu dihapuskan, agar instansi bersangkutan lebih fokus dan bertanggungjawab menanganinya. Untuk itu DPD-RI akan terus menggebrak pemerintah agar dalam menjalankan perundang-undangan benar-benar proporsional dan jangan ada yang tumpang tindih,” ungkap Parlindungan Purba.

Dalam seminar tersebut Parlindungan Parlindungan mengatakan, masih adanya diskriminasi terhadap daerah. Sebagian daerah provinsi ada yang disebut daerah istimewa dan daerah khusus. Dalam suatu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) diskriminasi itu dihapuskan.

Selanjutnya Urai Parlindungan, dengan desentralisasi sekarang ini, masih ada yang senteralistis. Misalnya Departemen Hukum dan HAM, Departemen Agama, Kejaksaan, Pengadilan, bahkan Instansi Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang tadinya sudah disahkan diserahkan pada daerah nyatanya hingga saat ini belum diserahkan.

Dinikmati Segelintir Orang
Parlindungan juga menyoroti masalah keterlambatan pembangunan Bandara Kwala Namo Deliserdang. Seharusnya pembangunan Bandara tersebut sudah memasuki 100 persen, tetapi pada kenyataannya masih kelihatan lamban
Namun demikian, DPD RI secara terus-menerus menggedor pihak pemerintah agar pembangunan Bandara tersebut dituntaskan sesuai tepat waktu.

Pembangunan itu jangan diperlama-lama. Karena dengan keterlambatan pembangunan bandara tersebut dapat menurunkan pertumbuhan perekonomian masyarakat.

Sementara DR Mirza Nasution SH MH menyoroti pemerintah yang belum sepenuhnya manjalnkan isi UUD l945, yakni pasal 34, yaitu fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara dan dibaiayai oleh negara.

Faktanya, ujar Mirza, masih banyak fakir miskin di negeri ini terlantar dan makan tak makan. Demikian juga pasal 33, bumi, air dan yang terkandung di dalamnya dikuasai pemerintah dan digunakan untuk kemakmuran rakyak. “Masih banyak rakyat yang belum menikmati hasil kekayaan negara ini. Bahkan hanya dinikmati segelintir orang,” pungkasnya. Om-Rdm/Om-12

Tidak ada komentar: